top of page

Formal and Informal Linguistic Environments in Language Acquisition and Language Learning for Adults



Berbicara tentang lingkungan yang mendukung seseorang untuk belajar sebuah bahasa maupun dalam mengakusisi bahasa, maka terdapat dua lingkungan linguistik yang dapat kita ketahui. Yaitu Formal Environment dan Informal Environment.


Apa itu Formal Environment dan Informal Environment???

Formal Environment adalah lingkungan buatan atau artifisial yang mendukung seseorang dalam belajar maupun mengakusisi sebuah bahasa. Contohnya adalah seseorang belajar bahasa Inggris di dalam kelas, atau bimbel, dll. Lingkungan tersebut sengaja dibentuk dengan sebuah desain atau konsep yang terstruktur untuk mencapai sebuah tujuan yang tak lain yaitu seseorang tersebut dapat belajar bahasa (formal study) secara terorganisir.

Sedangkan, Informal Environment adalah Lingkungan dimana seseorang belajar bahasa di situasi informal, salah satu contohnya pada lingkungan keluarga melalui komunikasi antar pelajar dan orang tua di rumah yang baik dan fasih dalam berbahasa inggris, dari interaksi setiap hari yang terjadi pada learner dan orang tuanya maka secara tidak langsung learner sedikit demi sedikit dan terus menerus belajar bahasa inggris dari hasil interaksi di rumah tersebut. Singkatnya lingkungan ini tidak terkonsep dalam membentuk seseorang untuk belajar bahasa akan tetapi sangat membantu sekali. Selain itu informal environment juga mencakup kegiatan seperti membaca buku teks berbahasa inggris atau menonton film berbahasa inggris yang mana dari sanalah seseorang dapat belajar sebuah bahasa.

Lalu ketika kita berbicara soal bagaimana sih kalo orang dewasa yang belajar bahasa, Mana nih lingkungan linguistik yang cocok buat mereka. Formal environment atau Informal environment ??? Sejatinya orang dewasa dan anak-anak sangat berbeda dalam belajar bahasa. Orang dewasa memiliki waktu yang terbatas untuk belajar bahasa karena berbagai kesibukan yang ada dan bahkan kebanyakan tidak sempat lagi belajar bahasa karena pikiran mereka sudah penuh dengan problema dan kerjaan yang ada. Tetapi bukan berarti orang dewasa tidak ada yang belajar bahasa. Sebuah alasan yang terkemuka kenapa orang dewasa belajar bahasa asing adalah kebutuhan dalam pekerjaannya, mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus cakap dalam berbahasa asing, atau alasan lainnya untuk mencapai passing grade sebuah tes kemampuan bahasa asing yang sangat mereka butuhkan dalam melamar pekerjaan,dll.


Saya mengutip sedikit statement dari Krashen pada bukunya yang berjudul Second Language Acquisition and Second Language Learning.

“Adults can not only increase their second language proficiency in informal environments, but may do as well as or better than learners who have spent a comparable amount of time in formal situations.”

Pada pernyataan pertama, Kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya nih orang dewasa bisa sangat cepat mempelajari bahasa asing dalam situasi informal dan bahkan setara dengan pelajar yang telah menghabiskan banyak waktu mereka belajar bahasa di situasi formal atau kelas.

selanjutnya,

“Other studies present evidence that seems to indicate that "exposure" has little or no effect on increasing adult second language proficiency.”

Pada pernyataan kedua, studi lain malah membeberkan bahwa eksposur yang diterima orang dewasa pada lingkungan tersebut sangat kecil dan bahkan tidak ada efek sama sekali dalam meningkatkan bahasa asing mereka.

Nah guys, Kedua statement tersebut tentunya membuat kita bingung. Jadi sebenarnya mana situasi atau lingkungan yang cocok untuk orang dewasa belajar maupun mengakusisi bahasa. Untuk menjawabnya, ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan. Maka saya akan membahasnya dengan rujukan sebuah buku yang berisi hasil penelitian-penelitian dari Krashen. Pada buku Krashen ini berisi tentang rangkuman penelitian-penelitian dari berbagai ahli di dunia.


Tapi sebelum itu, ada 2 hipotesis yang terkenal dari Krashen tentang pembahasan ini.

  1. The informal environment can be efficiently utilized by the adult second language learner.

  2. Formal study, or its essential characteristics, is significantly more efficient than informal exposure in increasing second language proficiency in adults


Berikut penjelasan dari dua hipotesis diatas..

Hipotesis 1 mengatakan bahwa informal environment efisien untuk orang dewasa yang belajar bahasa. sedangkan,...

Hipotesis 2 mengatakan bahwa formal study lebih efisien daripada *informal exposure dalam meningkatkan second language proficiency.


*Informal Exposure. Istilah ini bermakna eksposur (paparan) yang didapat seseorang pada lingkungan selain lingkungan yang sengaja dibuat untuk belajar bahasa. Di dalam informal situation terkadang seseorang secara tidak sadar dan tidak langsung belajar bahasa contohnya melalui orang tua yang kebetulan dirumah selalu berbahasa inggris. Lama kelamaan kita bisa berbahasa inggris karena ortu selalu berbahasa inggris atau contoh lainnya, pada saat kita pergi keluar negeri dan tinggal di negara yang berbahasa asing, pastinya apapun yang kita lakukan disana akan memakai bahasa asing tersebut mulai dari ngobrol atau hanya sekedar lewat di gedung-gedung yang bertuliskan banyak kata atau kalimat bahasa asing tersebut. Hal itu terjadi secara terus menerus sehingga kita secara tidak langsung atau mau tidak mau pasti bersentuhan langsung dan memakai bahasa asing tersebut. Itulah yang dimaksud dengan Informal exposure.


Beberapa research yang dikumpulkan Krashen untuk membahas 2 hipotesis diatas.


Upshur (1968) compared three groups of ten adult ESL students enrolled in a special summer session for law students at the University of Michigan. The first group, who scored highest on the entrance test (Michigan Examination in Structure), attended seminars and classes during the 7-week period that were conducted in English, but had no extra ESL classes. The second group, who scored lower on the entrance test, also attended law classes and had 1 hour daily of ESL in addition. The third group scored lowest on the pre-test and had 2 hours of ESL daily in addition to law classes. At the end of the summer, an alternate form of the pretest was given. While all three groups showed some improvement in performance, Upshur's statistical analysis revealed "no significant effects on language learning attributable to amount of language instruction", and concluded that "foreign language courses may at this time be less effective means for producing language learning than the use of language in other activities". This is a strong version of hypothesis I.


Upshur's conclusion appears to be consistent with his data. Krashen and Seliger (1975) suggest, however, that motivated second language students are able to provide themselves with the essential ingredients of formal instruction without going to class. Rule isolation can be done by recourse to a text or by asking informants about grammar, while feedback is available when helpful friends correct the learner. Without extensive probing of the private lives of those involved in the study, however, this alternative explanation is untestable. Nevertheless, it may be true.


secara singkat Upshur (1968) dalam penelitiannya membandingkan tiga kelompok yang terdiri dari sepuluh siswa ESL dewasa yang terdaftar dalam sesi musim panas khusus untuk mahasiswa hukum di University of Michigan. Kelompok pertama, yang mendapat nilai tertinggi pada tes masuk menghadiri seminar dan kelas selama periode 7 minggu yang dilakukan dalam bahasa Inggris, tetapi tidak memiliki kelas ESL tambahan. Kelompok kedua, yang mendapat nilai lebih rendah pada tes masuk, juga menghadiri kelas hukum dan memiliki 1 jam ESL setiap hari sebagai tambahan. Kelompok ketiga mencetak skor terendah pada pra-tes dan memiliki 2 jam ESL setiap hari di samping kelas hukum. Pada akhir musim panas, bentuk alternatif dari pretest diberikan. Sementara ketiga kelompok menunjukkan beberapa peningkatan dalam kinerja, analisis statistik Upshur mengungkapkan "tidak ada efek signifikan pada pembelajaran bahasa yang disebabkan oleh jumlah pengajaran bahasa", dan menyimpulkan bahwa "kursus bahasa asing pada saat ini mungkin menjadi sarana yang kurang efektif untuk menghasilkan pembelajaran bahasa daripada penggunaan bahasa dalam kegiatan lain ". Ini adalah versi kuat dari hipotesis I.


Kesimpulan Upshur tampaknya konsisten dengan datanya. Namun, Krashen dan Seliger (1975) mengemukakan bahwa siswa yang termotivasi mampu menyediakan bahan-bahan penting untuk pengajaran formal tanpa pergi ke kelas. Hal itu dapat dilakukan dengan meminta bantuan teks atau dengan meminta informan mengajari tentang tata bahasa, sementara umpan balik tersedia ketika teman-teman yang membantunya dapat memperbaiki kesalahan pelajar.


Dari pernyataan-pernyataan diatas saya sendiri berkesimpulan bahwa kedua lingkungan sangat memiliki peran penting masing-masing dalam meningkatkan proficiency bahasa kedua dari orang dewasa. Tidak bisa hanya mengandalkan situasi informal saja atau sebaliknya. Terlebih lagi, kita harus melihat tujuan dari orang dewasa tersebut untuk belajar bahasa. Jika tujuan mereka untuk lulus passing grade sebuah tes bahasa asing untuk memenuhi kriteria atau persyaratan dalam melamar pekerjaan misalnya, saya berpendapat lingkungan formal sangat berandil besar dalam misi pencapaian tersebut. Tetapi, jika mereka lebih bertujuan untuk dapat berkomunikasi dengan klien secara langsung maka situasi informal mungkin dapat lebih diandalkan karena lebih kepada praktek dan tidak terlalu menekankan pada peraturan rumit tata bahasa yang ada. Saya pikir kedua lingkungan ini sangat-sangat berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Apalagi didalam ilmu linguistik tidak ada yang bisa memastikan 100 persen lingkungan mana yang sangat cocok buat orang dewasa belajar bahasa asing. Terlebih lagi jika melihat faktor lain seperti umur, tingkat kecerdasan pelajar dan lain sebagainya.



atau

Jumping to bit.ly/BukuKrashen

Thanks for reading guys,..

Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

© 2023 by Dean Raven. Proudly created with Wix.com

bottom of page